KALIGRAFI ISLAM DARI MASA KE MASA
Sangat menarik untuk dibaca sejarah seni kaligrafi Islam dan bagaimana tren perkembangannya dari masa ke masa. Benar adanya bahwa seni kaligrafi islam termasuk seni yang berusia cukup tua ya.
Kaligrafi Islam merupakan seni rohani. “Islamic Calligraphy is a
spiritual geometry brought about with material tools”, demikian sang
maestro klasik Yaqut Al-Musta’shimi, menggambarkan keagungan seni ini.
Kaligrafi Islam memang bukan sekedar karya seni rupa biasa. Namun, karya ini memiliki pesona spritualitas yang memiliki makna yang dalam bagi yang memahaminya.
Meski kaligrafi identik dengan tulisan Arab, namun kata kaligrafi
diyakini berasal dari bahasa Yunani. Yaitu kalios yang berati indah dan
graphia yang berarti tulisan. Sementara itu, Bahasa Arab
mengistilahkannya dengan istilah khatt (tulisan atau garis) yang
ditujukan pada tulisan yang indah. Hal ini seperti yang tercantum dalam
al-kitabah al-jamilah atau al-khatt al-jamil.
Ditilik dari sejarahnya, akar kaligrafi Arab sebenarnya adalah
tulisan hieroglif Mesir, yang kemudian terpecah menjadi khatt Feniqi,
Arami dan Musnad. Yakni kitab yang memuat segala macam hadits. Menurut
al-Maqrizi, seorang ahli sejarah abad ke-4, tulisan kaligrafi Arab
pertama kali dikembangkan oleh masyarakat Himyar. Yakni suku yang
mendiami Semenanjung Arab bagian barat daya (sekitar 115-525 SM). Musnad
merupakan kaligrafi Arab kuno yang mula-mula berkembang dari sekian
banyak jenis khatt yang dipakai oleh masyarakat Himyar. Dari tulisan tua
Musnad yang berkembang di Yaman, lahirlah khatt Kufi.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa khatt Kufi ini terus berkembang dan
mencapai puncak kesempurnaannya pada pertengahan abad VIII M. Khatt
Kufi menjadi primadona dan dijadikan sebagai tulisan wajib untuk menulis
mushaf Alquran. Bahkan, sebagian kelompok fanatik menganggap jenis khat
dengan ciri khas kaku ini diyakini bersumber dari malaikat Jibril saat
me-nyampaikan wahyu pertama.
D Sirojuddin AR (1989) mengungkapkan, kehadiran Alquran di awal
kehadiran Islam sangat berkorelasi positif dengan tumbuh dan
berkembangnya seni kaligrafi Arab (Alquran) Teori ini memang tepat untuk
menggambarkan sumbangsih dan pengaruh kuat Alquran terhadap dinamika
tradisi kaligrafi pada masyarakat Arab, terutama umat Islam pada masa
lampau.
Meski orang-orang Arab pada waktu itu dikenal piawai dalam tradisi
verbalism, khususnya bidang kesusastraan, namun dalam hal tradisi
tulis-menulis (kitabah/ khathth) masih tertinggal jauh dibanding
beberapa bangsa lainnya. Seperti Mesir dengan tulisan hieroglif, Jepang
dengan aksara Kaminomoji, Indian dengan Azteka, Assiria dengan huruf
Paku, ataupun India dengan gaya Devanagari. Dalam rentang inilah
kaligrafi Islam lahir sebagai masterpiece yang sangat diagungkan. Di
Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama
kali ditemukan. Bahkan dia menandai masuknya Islam di Indonesia.
Hal ini berdasarkan hasil penelitian arkeologi yang dilakukan Prof Dr
Hasan Muarif Ambary. Kaligrafi gaya Kufi telah berkembang pada abad
ke-11. Datanya ditemukan pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun di
Gresik (wafat 495 H/ 1082 M) dan beberapa makam lainnya dari abad ke-15.
Kebiasaan menulis Alquran telah banyak dirintis para ulama besar di
pesantren-pesantren semenjak akhir abad XVI. Dalam perkembangan
selanjutnya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah
yang berkaidah tetapi juga mulai dikembangkan dalam konteks seni rupa
yang terus menginspirasi dan divariasikan secara terus menerus.
Penggelut
bisnis kaligrafi dari Afie Etnic Prasetyo mengatakan, saat ini hampir
di setiap rumah, dapat dijumpai ada pajangan kaligrafi Islam. Paling
tidak ada kaligrafi yang bertuliskan nama Allah dan Nabi Muhammad SAW.
Hal ini, menunjukan bahwa seni kaligrafi telah semakin diminati. Tak
hanya karena seni ini memiliki nilai estetika yang tinggi. Namun,
kaligrafi telah dianggap sebagai salah satu karakter dan simbol jati
diri seorang muslim. “Sejak beberapa tahun belakangan, tren kaligrafi
memang semakin berkembang. Kalau dulu, kaligrafi hanya sebatas ornamen
masjid atau musala, namun sekarang tidak lagi.
Bahkan, sepertinya sudah menjadi keharusan bagi keluarga muslim untuk
memajang kaligrafi di dalam rumah,” ujar Prasetyo saat ditemui di
galeri pamerannya di Palembang Indah Mal (PIM), kemarin. Menurut
Prasetyo, kaligrafi bukan hanya sekedar karya seni rupa biasa. Namun,
tulisan kaligrafi bersumber dari ayat-ayat suci Alquran. Sehingga
memiliki makna yang dalam bagi yang memahaminya.
Tulisan yang terkandung dalam kaligrafi memiliki filosofi dan pesan
dakwah agar umat Islam senantisa selalu membaca ayat-ayat suci Alquran
dan ingat kepada Allah SWT. Maka dari itu, banyak yang beranggapan bahwa
memajang kaligrafi lebih baik daripada memajang pantung atau gambar
makluk hidup seperti manusia dan hewan. Terlebih, saat ini karya seni
kaligrafi sudah semakin variatif. Setiap tahun trennya selalu mengalami
perubahan dan perkembangan. Tak hanya sebatas seni lukis yang
menggunakan media kanvas atau kertas saja. Namun, kini kaligrafi telah
banyak dituangkan dalam media logam, kuningan, kaca, kolase ataupun
ukiran kayu.
“Dengan tampilannya yang semakin beragam, kini kaligrafi telah
menjadi pilihan banyak kalangan muslim sebagai penghias interior atau
dekorasi ruangan lainnya,” kata Prasetyo.
Prasetyo mengungkapkan, pada tahun lalu seni kaligrafi dengan media
kuningan sempat menjadi tren di kalangan masyarakat. Unsur logam yang
dipadu dengan warna keemasan dinilai memberikan kesan mewah pada
pajangan ini. Namun, pada tahun ini, masyarakat lebih menyukai kaligrafi
ukir yang menggunakan kayu jati atau mahogani. Unsur kayu dengan warna
dasar cokelat membuat ukiran ini terkesan lebih natural namun elegan.
Untuk harganya, lanjut dia, seni kaligrafi memang relatif mahal.
yakni berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Tergantung
dengan bahan, bentuk, ukuran, dan tingkat kerumitannya. Sebagai gambaran
untuk ukiran kaligrafi “ayat kursi” dari kayu jati berukuran 170 cm x
60 cm dapat dijual dengan harga Rp2 juta. Sedangkan untuk satu pasang
kaligrafi bertulisakan “Allah” dan “Muhammad” dengan ukuran 25 cm x 25
cm dapat dijual dengan harga Rp400 ribu.
“Setiap tahun, tren kaligrafi cenderung berubah. Hal ini, pada
akhirnya menjadikan kaligrafi memiliki nilai prestisge tersendiri bagi
kalangan tertentu,” papar Prasetyo. Perajin kaligrafi lainnya, Mulya
Sujana, mengakui permintaan terhadap seni kaligrafi semakin tinggi.
sumber: okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar